Langsung ke konten utama

ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)


Menurut UU Administrasi Pemerintahan AUPB terdiri dari 8 (delapan) asas sebagai berikut:
1.      Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan. Contohnya: Penerapan asas kepastian hukum dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil dan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 Tentang Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-Undang.
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan maka program pemerintah ini didasarkan pada 3 pilar yakni: penataan regulasi, pembenahan kelembagaan, dan pembangunan budaya hukum. Khusus untuk pembentukan peraturan perundang-undangan jenis undang-undang ada tahapan perencanaan yang disebut Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menjamin proses pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan secara taat asas demi kepastian hukum. Proses pembentukan peraturan perundang-undangan perlu dilakukan secara taat asas dalam rangka membentuk peraturan perundang-undangan yang baik yang memenuhi berbagai persyaratan yang berkaitan dengan sistem, asas, tata cara penyampaian dan pembahasan, teknis penyusunan serta pemberlakuannya dengan membuka akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi.
Partisipasi yang dilakukan masyarakat sebagai stakeholeders (pemangku kepentingan), dapat dilakukan dengan memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam rangka perencanaan, penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan sesuai dengan tata cara Tata Tertib DPR. Masyarakat menghendaki peraturan perundang-undangan mampu menciptakan keadilan, ketertiban, dan kesejahteraan; sebagaimana tercermin dalam nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Mengingat salah satu dari tujuan berbangsa/bernegara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, maka untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan perundang-undangan. Tujuannya untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Peran hakim dalam mewujudkan kepastian hukum adalah menghadirkan kepastian  hukum, keadilan, dan kemanfaatan dalam suatu  putusan  hakim dengan mewujudkan kekuasaan kehakiman sebagai sebuah institusi yang independen, mengembalikan fungsi hakiki dari kekuasaan kehakiman untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum, menjalankan fungsi check and balances bagi institusi kenegaraan lainnya.
2.      Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan adalah unsur kemanfaatan yang harus diperhatikan secara seimbang dan adil antara kepentingan individu dengan individu yang lain, warga masyarakat dengan masyarakat asing, kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, pemerintah dengan warga masyarakat, generasi sekarang dengan generasi mendatang, manusia dan ekosistemnya, dan kepentingan pria dan wanita. Contohnya: dalam menerapkan ancaman pidana mati kepada seseorang yang telah melakukan pembunuhan, dapat mempertimbagkan kemanfaatan penjatuhan hukuman kepada terdakwa sendiri dan masyarakat. Kalau hukuman mati dianggap lebih bermanfaat bagi masyarakat, hukuman mati itulah yang dijatuhkan.
Peran pemerintah dalam mewujudkan asas kemanfaatan adalah melaksanakan penyelenggaraan negara dengan bertindak cermat, hati-hati, dan seksama, lebih mendahulukan kepentingan rakyat daripada pemerintah dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Peran masyarakat dalam mewujudkan asas kemanfaatan adalah mewujudkan kondisi hidup rukun, damai dan saling menghargai guna menikmati setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam pembangunan berkelanjutan. Peran hakim dalam mewujudkan asas kemanfaatan adalah dalam menerapkan hukum, hendaklah mempertimbangkan hasil akhirnya nanti, apakah putusan hakim tersebut membawa manfaat atau kegunaan bagi semua pihak.
3.      Asas Ketidakberpihakan
Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan  dengan mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan tidak diskriminatif. Contohnya: Penerapan Pasal 27 UUD 1945 yang memberikan kedudukan yang sama kepada semua warga negara di depan hukum dan pemerintahan.
Peran pemerintah dalam mewujudkan asas ketidakberpihakan adalah aparatur  pemerintah di dalam perbuatannya yang berakibat hukum agar menempatkan dirinya  sebagai subyek hukum yang sama kedudukannya dengan pihak lain. Terhadap keputusan pemerintah dalam kasus yang sama tidaklah berarti diputuskan berdasarkan keputusan yang telah ada. Tetapi setiap masalah diputuskan kasus demi kasus dengan  memperhatikan sifat masalahnya yang sama agar tidak terjadi pertentangan. Pemerintah harus mampu melaksanakan sebuah sistem politik nasional yang dapat mengakomodasikan aspirasi masyarakat yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Peran masyarakat dalam mewujudkan asas ketidakberpihakan adalah Meminimalkan perbedaan dan berpijak pada kesamaan-kesamaan yang dimiliki oleh setiap budaya daerah. Peran hakim dalam mewujudkan asas ketidakberpihakan adalah mewujudkan Peradilan yang bebas, tidak bersifat memihak, bebas dari segala pengaruh kekuasaan lain.
4.      Asas Kecermatan
Asas kecermatan dimaksudkan sebagai asas yang mengandung arti bahwa suatu  Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan dokumen yang    lengkap untuk mendukung legalitas penetapan dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan  dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut ditetapkan dan/atau dilakukan. Asas kecermatan ini dibagi lagi ke dalam asas  kecermatan  formil  dan  asas  kecermatan materiil. Perbedaannya, pelanggaran atas asas formil hanya akan berakibat  pada cacat pada prosedurnya, sehingga keputusan dengan isi yang sama dapat saja dikeluarkan lagi. Sementara itu, pelanggaran atas asas materiil menuntut adanya suatu keputusan dengan isi yang berbeda, sehingga tidak dapat dipulihkan hanya dengan mengulang proses pembentukannya saja. Contohnya: Putusan PTUN Palembang No 16/PTUN/G/PLG/1991 mengenai gugatan seorang pegawai Universitas Bengkulu terhadap Rektor yang telah memutasikan dirinya dari jabatan tanpa dibuktikan kesalahannya dulu. Tindakan rektor dipersalahkan karena dalam keputusannya melanggar asas kecermatan formal.
Peran pemerintah dalam mewujudkan asas kecermatan adalah sebelum mengambil suatu ketetapan, meneliti semua fakta yang relevan dan memasukkan pula  semua kepentingan yang relevan ke dalam pertimbangannya. Peran masyarakat dalam mewujudkan asas kecermatan adalah mengawasi setiap ketetapan yang diberlakukan oleh pemerintah apakah memenuhi unsur kecermatan atau tidak. Peran Hakim dalam mewujudkan asas kecermatan adalah Putusan pengadilan selain harus memuat alasan  dan dasar putusan, juga memuat Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang   bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
5.      Asas Tidak Menyalahgunakan Kewenangan
Asas tidak menyalahgunakan kewenangan adalah asas yang mewajibkan setiap  Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menggunakan kewenangannya untuk  kepentingan pribadi atau kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan   pemberian kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan, dan/atau    tidak mencampuradukkan kewenangan. Contohnya: Pasal 17 UU Nomor 30 Tahun 2014, badan dan/atau pejabat pemerintahan dilarang menyalahgunakan wewenang, larangan itu meliputi larangan melampaui wewenang, larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau larangan bertindak sewenang-wenang.
Peran pemerintah dalam mewujudkan asas tidak menyalahgunakan kewenangan adalah dalam pengambilan keputusan seorang pejabat/instansi didasarkan pada kewenangan yang diberikan Negara kepadanya, serta digunakan sesuai dengan maksud diberikannya kewenangan tersebut. Peran masyarakat dalam mewujudkan asas tidak menyalahgunakan kewenangan adalah menjamin penyelenggaraan tugas-tugas negara dan melaporkan jika terjadi penyalahgunaan kewenangan. Peran hakim dalam mewujudkan asas tidak menyalahgunakan kewenangan adalah Sebagaiman diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 4 tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Penilaian Unsur Penyalahagunaan Wewenang. Bahwa PTUN berwenang untuk menerima memerikasa dan memutus permhonan penilaian ada atau tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam keputusan atau tindakan pejabat pemerintahan sebelum dilakukan proses pidana. Hakim PTUN menjatuhkan Putusan atas permohonan dimaksud, dalam jangka waktu paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak permohonan diajukan.
6.      Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan  akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam  penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. Contohnya: Pasal 354 ayat (3) huruf d UU No. 23 Tahun 2014 menegaskan ketentuan tentang kelembagaan dan mekanisme partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Peran pemerintah dalam mewujudkan asas keterbukaan adalah Membuka akses informasi seluruh komponen masyarakat tentang proses penyusunan suatu peraturan perundang-undangan. Peran masyarakat dalam mewujudkan asas keterbukaan adalah memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Peran hakim dalam mewujudkan asas keterbukaan adalah Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain. Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.
7.      Asas Kepentingan Umum
Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan dan  kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif. Contohnya: Keputusan penyelenggara negara seperti kenaikan harga BBM bila tidak melibatkan masyarakat berarti tidak memenuhi asas kepentingan umum.
Peran pemerintah dalam mewujudkan asas kepentingan umum adalah setiap  keputusan yang merupakan perwujudan dari penyelenggaraan tugas pokok pejabat/instansi, selalu mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi  dan golongan, sehingga sering kali Pemerintah bertindak atau mengeluarkan KTUN  berdasarkan kebijaksanaan untuk menyelenggarakan kepentingan umum. Peran masyarakat dalam mewujudkan asas kepentingan umum adalah mengikutsertakan dalam perencanaan, penentuan dan pelaksanaan kebijakan publik. Peran hakim dalam mewujudkan asas kepentingan umum adalah dalam menjatuhkan putusannya harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
8.      Asas Pelayanan yang Baik
Asas pelayanan yang baik dimaksudkan sebagai asas yang memberikan  pelayanan yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Contohnya, Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 Tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal disebutkan bahwa Standar Pelayanan Minimal yang disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Peran Pemerintah dalam mewujudkan asas pelayanan yang baik adalah  menegakkan dan menguatkan dasar pondasi aparat birokrasi pada prinsip-prinsip moral dan etika melalui Standar Operasional Prosedur sebagai pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Peran masyarakat dalam mewujudkan asas pelayanan yang baik adalah Membantu memberikan informasi yang diperlukan dalam penyusunan standar pelayanan, sehingga sekaligus dapat memberikan informasi bagi kinerja pelayanan. Peran hakim dalam mewujudkan asas pelayanan yang baik adalah mewujudkan pemeriksaan perkara yang sederhana, cepat dan biaya ringan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Kasus Trail Smelter

Analisis kasus Trail Smelter Trail Smelter Case 1941 ( Kasus Trail Smelter 1941 ), berawal dari permasalahan pencemaran udara yang diakibatkan oleh sebuah perusahaan pupuk milik warga negara Kanada yang dioperasikan di dalam wilayah Kanada, dekat sungai Columbia, lebih kurang 10 mil menjelang perbatasan Kanada-AS. Mulai tahun 1920 produksi emisi perusahaan tersebut terus meningkat. Emisi tersebut mengandung sulfur dioksida , menyebarkan bau logam dan seng yang sangat menyengat. Pada tahun 1930 jumlah emisi tersebut mencapai lebih dari 300 ton sulfur setiap hari. Emisi tersebut, karena terbawa angin, bergerak ke arah wilayah AS melalui lembah sungai Columbia dan menimbulkan berbagai akibat merugikan terhadap tanah, air, dan udara, kesehatan serta berbagai kepentingan penduduk Washington lainnya. Amerika Serikat kemudian melakukan klaim terhadap Kanada dan meminta Kanada bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita Amerika Serikat (AS). Setelah melakukan negosiasi, kedua negara...

Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Sui Generis

              Ilmu hukum adalah “SUI GENERIS” yang berarti ilmu hukum merupakan ilmu yang jenis sendiri. Ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas dan sistem ilmiah yang berbeda karena memiliki obyek kajian yang berbeda. Ciri ilmu hukum sebagai sui generis : karakter normatif i lmu hukum, Terminologi ilmu hukum, Jenis ilmu hukum, Lapisan ilmu hukum. Dari sudut kualitas sulit dikelompokkan dalam Ilmu Pengetahuan Alam atau dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.   Ilmu Hukum memiliki Tatanan/lapisan Ilmu sendiri, menurut T Gijssels, terdiri dari Filsafat Hukum, Teori Hukum dan Dogmatik Ilmu Hukum. Secara singkat perngertian ketiganya adalah dogmatik hukum Studi secara ilmiah tentang hukum pada tataran ilmu-ilmu positif. Teori hukum Studi yang obyek telaahnya adalah tatanan hukum sebagai suatu sistem. Dan, filsafat hukum Studi yang objek telaahnya adalah hukum sebagai demikian ( law as such ). (B. Arief Sidharta, Meuwisse...

ANALISIS KASUS PENAHANAN PERWAKILAN DIPLOMATIK INDIA DI AMERIKA SERIKAT “DEVYANI KHOBRAGADE”

Gambaran Kasus Dr. Devyani Khobragade adalah perempuan kelahiran kota Tarapur wilayah bagian Maharashtra, berkebangsaan India. Khobragade masuk ke dinas Kementerian Luar Negeri India pada tahun 1999. Kemudian pada September 2012 dia menjabat sebagai Deputi Konsulat Jenderal India   di New York, Amerika Serikat. Saat dia menjabat di AS, dia mendapatkan perhatian dunia internasional karena kasus pemalsuan informasi pengajuan izin tinggal (visa) atau dikenal dengan visa fraud   di AS milik pembantunya yaitu Sangeeta Richard yang diajukan pada bulan November 2012. Karena itu pada tanggal 11 Desember 2013, Khobragade ditangkap dan diperiksa oleh otoritas keamanan AS atas laporan dari Sangeeta Richard melalui komunitas India di New York dengan tuduhan Khobragade mempekerjakan tenaga kerja (Sangeeta Richard) di bawah upah minimal yang ditetapkan hukum AS . Kasus ini berawal pada 15 Oktober 2012, Khobragade mengajukan aplikasi permohonan visa online ke website U.S. Department ...