Langsung ke konten utama

ANALISIS KASUS PENAHANAN PERWAKILAN DIPLOMATIK INDIA DI AMERIKA SERIKAT “DEVYANI KHOBRAGADE”


Gambaran Kasus
Dr. Devyani Khobragade adalah perempuan kelahiran kota Tarapur wilayah bagian Maharashtra, berkebangsaan India. Khobragade masuk ke dinas Kementerian Luar Negeri India pada tahun 1999. Kemudian pada September 2012 dia menjabat sebagai Deputi Konsulat Jenderal India  di New York, Amerika Serikat. Saat dia menjabat di AS, dia mendapatkan perhatian dunia internasional karena kasus pemalsuan informasi pengajuan izin tinggal (visa) atau dikenal dengan visa fraud  di AS milik pembantunya yaitu Sangeeta Richard yang diajukan pada bulan November 2012. Karena itu pada tanggal 11 Desember 2013, Khobragade ditangkap dan diperiksa oleh otoritas keamanan AS atas laporan dari Sangeeta Richard melalui komunitas India di New York dengan tuduhan Khobragade mempekerjakan tenaga kerja (Sangeeta Richard) di bawah upah minimal yang ditetapkan hukum AS.
Kasus ini berawal pada 15 Oktober 2012, Khobragade mengajukan aplikasi permohonan visa online ke website U.S. Department of State’s Consular Electronic Application Center dengan jenis visa A-3 untuk Sangeeta Richard. Dalam permohonan visa tersebut terdapat keterangan pendapatan bulanan Sangeeta Richard sebesar US$ 4.500 (Empat Ribu Lima Ratus Dollar AS) per bulan atau sebesar kurang lebih US$ 10 (Sepuluh Dollar AS) per jam, namun pada kenyataannya Khobragade hanya memberi upah kurang dari US$ 3 (Tiga Dollar AS) per jamnya.
Tindakan Khobragade yang membayar tenaga kerja tidak sesuai dengan pernyataannya di visa milik tenaga kerjanya membuatnya masuk ke dalam masalah. Standar upah minimum tenaga kerja di AS sebesar US$ 9.75 (Sembilan Dollar Tujuh Puluh Lima Sen AS) per jamnya, yang membuat Khobragade memasukan angka manipulasi US$ 10 (Sepuluh Dollar) per jamnya agar Sangeeta dapat memperoleh visa A-3. Di lain hal Khobragade juga melanggar Title 28, United States Code, section 1746 yang mengatur tentang penipuan visa dengan sengaja dan dibawah sumpah, karena keterangan mengenai penghasilan Sangeeta Richard di visanya fiktif.
Pada tanggal 21 Juni 2013, Khobragade meninggalkan anak-anaknya dalam perawatan Sangeeta Richard untuk tugas di luar kota. Namun sekembalinya Khobragade dari luar kota pada tanggal 23 Juni 2013, pembantu rumah tangganya tersebut menghilang dari rumahnya. Kemudian pada tanggal 25 Juni 2013, Khobragade mengajukan laporan orang hilang pada NYPD (New York Police Department), namun kemudian NYPD menutup kasus orang hilang tersebut karena yang bersangkutan tidak kunjung ditemukan.
Ternyata Sangeeta Richard setelah keluar dari kediaman Khobragade hidup dengan komunitas India di New York. Kemudian pada 30 Juni 2013 sebuah organisasi nirlaba yang bernama Safe Horizon yang bergerak di bidang anti perdagangan manusia membawa Sangeeta Richard ke U.S. Department of State (Departemen Dalam Negeri AS) dengan tuduhan pemalsuan visa.
Pada tanggal 1 Juli 2013, Khobragade menerima telepon dari seseorang yang mengaku pengacara Sangeeta Richard dan memintanya untuk mengubah status visa dari Sageeta Richard dan memberikan kompensasi 19 jam kerja per hari. Khobragade mengira orang yang meneleponnya tersebut bermaksud untuk memerasnya. Semakin rumitnya kasus, akhirnya Kedutaan Besar India di AS meminta bantuan pada U.S. Department of Foreign State (Departemen Luar Negeri AS) untuk mengklarifikasikan segera permasalahan ini.
Pada tanggal 18 Juli 2013, sebuah kantor hukum yang mewakili Sangeeta Richard menyerukan pertemuan dengan Khobragade dan dalam pertemuan itu Sangeeta mengajukan beberapa permintaan kepada Khobragade, sebagai berikut:
1. Sangeeta meminta upah kompensasi bekerjanya dibayarkan sebesar US$ 10 per jamnya termasuk waktu tidak aktifnya selama ia berada di luar kediaman Khobragade
2. Sangeeta meminta Khobragade mengkonversi paspor diplomatiknya ke sebuah paspor biasa
3. Bantuan pengurusan visa agar Sangeeta bisa terus tinggal di AS.
            Atas permintaan tersebut, kemudian petugas diplomat India memberitahu Sangeeta bahwa dia  diharuskan kembali ke India terlebih dahulu untuk mengurus paspornya ke paspor biasa dan menjanjikan akan membayar seluruh upah yang belum dibayarkan sesuai dengan permintaannya sebelum keberangkatannya ke India. Setelah pertemuan tersebut pemerintah India mencabut paspor diplomatik Sangeeta.
            Pada 4 September 2013, Departemen Luar Negeri AS mengirimkan surat kepada Duta Besar India di AS untuk menyelidiki lebih lanjut kasus Sangeeta dan mengusut tentang bukti upah minimum yang dibayarkan Sangeeta. Karena surat tersebut, pemerintah India mengajukan protes keras terhadap pemerintah AS, karena menganggap AS tidak menghormati kekebalan diplomatik perwakilan diplomatik India di AS dimana mereka bebas terhadap tuntutan hukum AS.
            Di sisi India, pengadilan Delhi mengeluarkan surat perintah penangkapan Sangeeta Richard karena dianggap sebagai provokator dan merusak stabilitas politik luar negeri India, kemudian surat itu diteruskan kepada Kedutaan Besar AS di India untuk disampaikan lagi kepada Departemen Luar Negeri AS untuk penangkapan langsung karena saat itu Sangeeta masih berada di AS.
            Pada tanggal 10 Desember 2013, Philip Richard, bersama dengan dua anak, pergi ke Amerika Serikat dengan visa T; visa ini memungkinkan korban perdagangan manusia dan kerabat dekat mereka untuk tinggal di AS untuk bersaksi melawan orang-orang yang dituduh melakukan kejahatan perdagangan manusia. Media India mengklaim bahwa biaya tiket pesawat untuk Philip Richard, dan dua anak Jennifer dan Jatin, dibayar oleh Kedutaan Besar AS untuk India.
            Pada tanggal 11 Desember 2013 Khobragade didakwa dengan penipuan visa. Dakwaan menuduh bahwa dia melakukan penipuan visa dengan sengaja dan di bawah sumpah yang diatur dalam Title 28, United States Code, Section 1746. Lebih lanjut menuduh bahwa Khobragade mengajukan kontrak kerja kepada Departemen Luar Negeri AS, untuk mendukung permohonan visa yang diajukan oleh Khobragade untuk individu lain, yang dia tahu mengandung pernyataan palsu dan penipuan. Tuduhan penipuan visa dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan laporan palsu biaya ancaman hukuman maksimal lima tahun.
Berdasarkan tuntutan yang diajukan oleh agen khusus dengan Departemen Luar Negeri AS, Biro Keamanan Diplomatik, Amerika Serikat Hakim Hakim Debra Freeman mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Khobragade. Khobragade ditangkap oleh US Department of Diplomatic Security Service State pada 12 Desember 2013 sekitar 09:30 setelah mengantar anak-anaknya di sekolah di Barat 97th Street di Manhattan. Namun kemudian dibebaskan lagi dengan pembayaran jaminan sebesar US$ 250.000 (Dua Ratus Lima Puluh Ribu Dollar AS) dan menyerahkan paspornya.
            Atas perlakuan tersebut maka India meminta untuk mencabut segala tuduhan atas diplomatnya serta melakukan tindakan balasan berupa larangan semua diplomat Amerika Serikat mengimpor alkohol, menghilangkan kekebalan diplomatik bagi keluarga diplomat Amerika Serikat di India, bahkan mencabut pagar pengaman di luar kompleks kedutaan AS di India.
            Saat dibebaskan, Khobragade mengirimkan email kepada rekan-rekannya di India di Departemen Luar Negeri bahwa ia mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi saat menjalani pemeriksaan oleh otoritas AS.
Pada tanggal 18 Desember 2013, Nikki credic-Barrett, juru bicara US Marshals Service, menyatakan bahwa Khobragade tidak mengalami tindakan yang tidak manusiawi. Bahwa peraturan lembaga, pemeriksa dapat menyertakan "inspeksi visual" dari rongga tubuh. Credic-Barrett juga menyatakan bahwa siapa pun dibawa ke sel tahanan dari gedung pengadilan federal New York secara otomatis mengalami penggeledahan telanjang jika mereka ditempatkan di antara tahanan lainnya. Dengan mengacu pada swabbing DNA, credic-Barrett mengatakan bahwa tanggung jawab untuk koleksi dari sampel DNA ada di badan menangkap, Departemen Luar Negeri AS, Biro Keamanan Diplomatik.
Pemerintah India kemudian mengajukan Khobragade untuk dipidahkan ke perwakilan misi India di PBB, dimana ia dapat memperoleh hak kekebalan diplomatik penuh. Atas reaksi India tersebut, Deplu AS menjelaskan bahwa kesepakatan saat Khobragade ditempatkan di AS tidak berlaku surut yang artinya pihak India masih terikat kespakatan diplomatik dengan India.
Khobragade diberikan visa G-1 oleh Amerika Serikat melalui Departemen Luar Negeri. Pada tanggal 8 Januari 2014 di bawah persyaratan Section 15 UN Headquarters Agreement between UN and USA diberikan kekebalan diplomatik penuh dan akan menghalangi pengadilan yurisdiksi atas Khobragade. Para pejabat AS mengatakan bahwa Departemen Luar Negeri tidak punya pilihan selain untuk memberikan Khobragade kekebalan diplomatik penuh setelah ia terakreditasi untuk PBB karena dia tidak menimbulkan ancaman keamanan nasional.
Aturan Hukum yang Dilanggar
            Suatu perwakilan diplomatik adalah perwakilan suatu negara pengirim untuk berhubungan dengan negara penerima. Hubungan tersebut telah diakui oleh masyarakat internasional sehingga terdapat beberapa peraturan yang menjadi dasar bagi para diplomat tersebut yaitu di terletak pada Konvensi Wina 1961.
            Seorang perwakilan diplomatik merupakan pengganti kepala negara pengirim di negara penerima. Oleh karena itu dalam Konvensi Wina 1961 telah diatur bahwa perwakilan diplomatik harus diberlakukan dengan hormat selayaknya kepala negara suatu negara asalnya sehingga di dalam kedutaannya pun hukum nasional aktif atau yurisdiksi hukum negara asal lah yang akan berlaku bagi perwakilan diplomatik tersebut beserta kedutaannya.
            Dalam kasus penahanan dan pemborgolan kasus diplomat India untuk Amerika Serikat mengindikasikan bahwa Amerika Serikat telah melanggar hukum internasional dan yurisdiksi negara India oleh karena itu akan ditunjukkan dalam pembahasan kasus ini.
Versi Amerika Serikat
Dari prespektif pemerintah Amerika Serikat, Khobragade terbukti melanggar Title 28, United States Code, Section 1746 - Correction of conveyance documents yang mengatur penipuan visa dengan sengaja dan di bawah sumpah. Lebih lanjut menuduh bahwa Khobragade mengajukan kontrak kerja kepada Departemen Luar Negeri AS, untuk mendukung permohonan visa yang diajukan oleh Khobragade untuk individu lain, yang dia tahu mengandung pernyataan palsu dan penipuan. Tuduhan penipuan visa dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan laporan palsu biaya ancaman hukuman maksimal lima tahun.
Pihak berwenang yang menahan Khobragade mengatakan mereka juga melakukan itu pada tahanan lain dan kekebalan diplomatic yang dimiliki Devyani Khobragade hanya berlaku saat menjalankan tugas resmi. Statemen dikeluarkan oleh Depdagri AS dan kantor kejaksaan Distrik Selatan kota  New York, dasar penangkapan Khobragade adalah Konvensi Vienna pasal 43 ayat (1), yang menyatakan :
“consular officers and consular employees shall not be amenable to the jurisdiction of the judicial or administrative authorities of the receiving State in respect of acts performed in the exercise of consular functions.”
Ini berarti bahwa AS tidak menganggap bahwa pengangkatan atau penunjukan pegawai personal oleh pejabat konsulat adalah sesuatu yang penting bagi kelancaran tugas-tugas konsuler sehingga hak-hak imunitas tidak diberlakukan saat terjadi pelanggaran.
Versi India
            Dari prespektif pemerintah India, terdapat 3 teori yang mendasari pemberian hak-hak istimewa dan imunitas bagi para pejabat dan perwakilan diplomatic di luar negeri. Pertama, teori Eksteriorialitas. Menurut teori ini para diplomat dianggap tidak meninggalkan negaranya sehingga ketentuan Negara dimana dia berada tidak berlaku padanya. Teori yang kedua adalah teori Representatif dimana pejabat diplomatic mewakili Negara pengirimnya dan kepala Negaranya sehingga dengan sendirinya ia berhak atas keistimewaan-keistimewaan tertentu di Negara penerima. Teori ketiga adalah teori kebutuhan fungsional. Para pejabat dan perwakilan Negara –menurut teori ini, diberikan  hak-hak istimewa dan kekebalan agar dapat menjalankan tugas dengan baik dan lancer. Pasal 29 Konvensi Vienna menegaskan:
“Pejabat diplomatik tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh ditangkap dan ditahan. Mereka harus diperlakukan dengan penuh hormat dan Negara penerima harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk mencegah serangan atas diri, kebebasan dan  martabatnya.”
Kekebalan dari kekuasaan hukum ini memiliki ketentuan bahwa kekebalan hukum pejabat diplomatik di Negara penerima tidak membebaskannya dari kekuasaan hukum negaranya sendiri. Jika terjadi pelanggaran-pelanggaran terjadi, maka diplomat tersebut dapat dipanggil pulang atau dinyatakan sebagai persona non grata.
Proses Penyelesaian
            Deplu AS menjelaskan bahwa kesepakatan saat Khobragade ditempatkan di AS tidak berlaku surut yang artinya pihak India masih terikat kespakatan diplomatik dengan India. Khobragade diberikan visa G-1 oleh Amerika Serikat melalui Departemen Luar Negeri. Pada tanggal 8 Januari 2014 di bawah persyaratan Section 15 UN Headquarters Agreement between UN and USA diberikan kekebalan diplomatik penuh dan akan menghalangi pengadilan yurisdiksi atas Khobragade. Para pejabat AS mengatakan bahwa Departemen Luar Negeri tidak punya pilihan selain untuk memberikan Khobragade kekebalan diplomatik penuh setelah ia terakreditasi untuk PBB karena dia tidak menimbulkan ancaman keamanan nasional.
Jaksa Federal Amerika Serikat dengan penahanan dan perlakuan nya terhadap perwakilan diplomatik dari India bernama Devyani Khobragade telah menciderai hubungan diplomatik antara Amerika Serikat dengan India serta Konvensi Wina 1961. Dalam kasus ini sebaiknya urusan permasalahan gaji pembantu rumah tangga yang juga berasal dari India seharusnya tidak dicampuri oleh Jaksa Federal Amerika Serikat karena melekatnya yurisdiksi negara India terhadap perwakilan Devyani Khobragade beserta pembantuya tersebut sehingga harus diselesaikan dengan hukum nasional India.

Analisis
            Perwakilan diplomatik memiliki peran yang sangat vital bagi hubungan antar negara. Hal itu terlihat dari tugas perwakilan diplomatik dalam Pasal 3 Konvensi Wina 1961, yaitu (Boer Mauna, 2011:544) :
  1. Mewakili negara pengirim di negara penerima;
  2. Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga negaranya di negara penerima dalam batas – batas yang diperbolehkan hukum internasional;
  3. Melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima;
  4. Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada pemerintah negara pengirim;
  5. Meningkatkan hubungan persahabatan antara negara pengirirm dan negara penerima serta mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.
Tugas perwakilan diplomatik tersebut menimbulkan keistimewaan perlakuan dari negara penerima. Keistimewaan tersebut disebut dengan “kekebalan diplomatik”. Kekebalan diplomatik dapat diartikan bahwa suatu orang yang karena tugasnya sebagai perwakilan diplomatik di suatu negara maka hukum yang melekat adalah hukum nasional negara asal. Perwakilan diplomatik mendapat kekebalan diplomatik  dan hak istimewa yang berdasar pada beberapa teori, yaitu (Boer Mauna, 2011:547-548) :
  1. Teori eksteritorialitas ; seorang pejabat diplomatik dianggap seolah-olah tetap berada di wilayah negara pengirim sehingga ketentuan-ketentuan negara penerima tidak berlaku kepadanya.
  2. Teori representatif; pejabat/perwakilan diplomatik dianggap mewakili kepala negaranya/negaranya sehingga diberikan hak-hak istimewa dan kekebalan yang berarti bahwa negara penerima menghormati negara pengirim.
  3. Teori fungsional; didasarkan atas kebutuhan fungsional agar pejabat diplomatik dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
Sedangkan hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik, antara lain (Boer Mauna, 2011:548-556) :
  1. Kekebalan pribadi; Pasal 29 Konvensi Wina 1961 menyebutkan “Pejabat Diplomatik tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh ditangkap dan ditahan. Mereka harus diperlakukak dengan penuh hormat dan negara penerima harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk mencegah serangan atas diri, kebebasa, dan martabatnya.”
  2. Kekebalan yurisdiksional; diplomat bebas dari yurisdiksi negara penerima sehubungan dengan masalah kriminal, namun Pasal 32 Konvensi Wina 1961 menyatakan bahwa diplomat dapat menanggalkan kekebalannya dengan pernyataan yang jelas dari negara pengirim.
  3. Pembebasan pajak; pejabat diplomat bebas dari pungutan pajak yang dilakukan oleh negara penerima kecuali pungutan lokal dan harta tidak bergerak milik pribadi.
  4. Hak istimewa dan kekebalan anggota keluarga pejabat diplomatik; Pasal 37 Konvensi Wina 1961 menegaskan bahwa anggota keluarga yang berdiam dengan pejabat diplomatik akan mendapatkan hak-hak istimewa dan kekebalan.
  5. Hak istimewa dan kekebalan anggota-anggota perwakilan lainnya dan pembantu rumah tangga; untuk staf administrasi dan pembantu rumah tangga, selain wargs negara penerima, juga mendapat hak istimewa dan kekebalan.
Setelah mengetahui hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik, maka Devyani Khobragade sebagai perwakilan diplomatik seharusnya tidak boleh ditahan maupun diborgol karena melanggar yurisdiksi dan hak-hak istimewanya sesuai dengan Konvensi Wina 1961. Pelanggaran tersebut terletak pada pelanggaran teori eksteritorialitas dan teori representatif karena pemborgolan dan penahanan perwakilan diplomatik merupakan tindakan yang tidak menghargai hak-hak istimewa seorang diplomat dan juga yurisdiksi nasional aktif nya. Begitu pula pembantu rumah tangga Devyani Khobragade yang berasal dari India juga memiliki hak istimewa dan kekebalan.
Secara yuridis, dakwaan seberat-beratnya dan meskipun perwakilan diplomatik India itu memang benar terbukti bersalah karena melanggar hukum AS yaitu Title 28, United States Code, Section 1746 - Correction of conveyance documents yang mengatur penipuan visa dengan sengaja dan di bawah sumpah dan ditambah dengan Khobragade mengajukan kontrak kerja kepada Departemen Luar Negeri AS, untuk mendukung permohonan visa yang diajukan oleh Khobragade untuk individu lain, yang dia tahu mengandung pernyataan palsu dan penipuan dan tuduhan penipuan visa tersebut dapat diancam dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara dan pada laporan palsu ancaman hukuman maksimal lima tahun; tetap saja tindakan AS tersebut keliru karena setiap perwakilan diplomatik memiliki hak imunitas atau hak kekebalan terhadap hukum di negara penerima sesuai dengan pasal 29 Konvensi Vienna 1961: “Pejabat diplomatik tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh ditangkap dan ditahan. Mereka harus diperlakukan dengan penuh hormat dan Negara penerima harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk mencegah serangan atas diri, kebebasan dan  martabatnya.”
Sesuai dengan pernyataan pasal tersebut, AS dan India secara hukum kebiasaan internasional terikat pacta sunt servanda yang mewajibkan kedua pihak menyepakati perjanjian internasional tersebut karena kedua negara telah meratifikasinya dalam instrumen hukum nasionalnya masing-masing. Dimana ratifikasi berdasarkan hukum perjanjian internasional pada hakikatnya adalah tindakan konfirmasi konstitusional oleh negara terhadap perbuatan hukum yang telah dilakukan sebelumnya oleh pemerintah (melalui penandatanganan perjanjian).
U.S. Law No. 1546 section 18 tentang pemalsuan dan penyalahgunaan Visa, izin tinggal dan dokumen lain pada pasal (b) menyebutkan:
“Whoever uses—
(1) An identification document, knowing (or having reason to know) that the document was not issued lawfully for the use of the possessor,
(2) An identification document knowing (or having reason to know) that the document is false, or
(3) A false attestation, for the purpose of satisfying a requirement of section 274A(b) of the Immigration and Nationality Act, shall be fined under this title, imprisoned not more than 5 years, or both.”
Atas dasar inilah pemerintah AS melakukan penahanan atas Devyani Khobragade. Dan walaupun menuntut perrtanggungjawaban AS atas perlakuan tidak menyenangkan yang dia terima, khobragade tidak menyanggah bahwa dia membayar pembantunya dibawah upah minimum yang berlaku di AS.
Namun demikian pemerintah AS telah melanggar hukum internasional setidaknya pada 2 peraturan Konvensi Vienna 1961, yakni bab 41 ayat 1 dan 2:
Pada bab 41 ayat (1): “consular officers shall not be liable to arrest or detention pending trial, except in the case of a grave crime and pursuant to a decision by the competent judicial authority.”
Pada ayat kedua bab yang sama ditegaskan: “consular officers shall not be committed to prison or be liable to any other form of restriction on their personal freedom save in execution of a judicial decision of final effect.”
            Dalam kasus Khobragade, harus diketahui bahwa Indian Foreign Service (IFS = Kantor Pelayanan Luar Negeri India) menyediakan post asisten rumah tangga untuk pejabat senior dan misi-misi diplomatik. Meski pos ini disediakan dan dianggarkan dari uang Negara, para asisten rumah tangga ini tidak diakui sebagai bagian dari staff diplomatic oleh banyak Negara penerima.
            Bab pembukaan pada Konvensi Vienna 1961 jelas menyatakan:
“Tujuan pemberian hak-hak istimewa dan kekebalan tersebut bukan untuk menguntungkan orang-perorang, tetapi untuk membantu efisiensi pelaksanaan misi-misi diplomatic sebagai wakil dari negara”
Apapun dalih penahanannya, pemerintah AS sendiri akan sulit menolak alasan bahwa kedatangan asisten rumah tangga pada keluarga Khobragade akan membantu pelaksanaan tugas Khobragade sebagai orang nomor dua di Konjen India di New York secara efisien.
Dengan mengacu prembule konvensi diatas, maka pernyataan bahwa situasi Khobragade tidak masuk dalam ketentuan hak istimewa dan imunitas terbantahkan dengan sendirinya.
Diluar hukum yang tertuang dalam Konvensi Vienna,  perlakuan selama Khobragade dalam penahanan yaitu pemborgolan, penelanjangan dan cavity searches, serta pengambilan sampel (DNA) yang dipaksakan padanya merupakan tindakan berlebihan. Hal ini merupakan pelecehan dan pelanggaran atas hak-hak asasi wanita tersebut.
Kasus ini mengakibatkan adanya gangguan hubungan bilateral antara AS dan India, timbul reaksi balasan dari India atas tindakan AS terhadap perwakilan diplomatik India yang dianggap dilecehkan. Hal ini karena, seorang perwakilan diplomatik merupakan representasi dari sebuah negara terhadap negara penerimanya dan sudah patut rasa nasionalisme sebuah bangsa akan terbakar ketika perwakilannya di luar negeri dilecehkan.
            Berdasarkan mekanisme hukum internasional, pihak AS telah melakukan tindakan pelanggaran terhadap hukum internasional yakni tidak melindungi atau mentaati ketentuan-ketentuan mengenai perwakilan diplomatik yang memiliki hak kekebalan. Apabila AS sebatas melakukan tindakan persona non grata itu justru diperbolehkan dalam hukum internasional, tetapi apabila sampai menahan bahkan tidak menghargai hak asasi perwakilan diplomatik itu merupakan kesalahan besar karena akan mengakibatkan panasnya hubungan diplomatik kedua negara.
            Kami menganggap upaya yang dilakukan AS terhadap Dr. Devyani Khobragade merupakan tindakan yang tidak menjunjung tinggi itikad baik dalam melakukan hubungan diplomatik dengan negara lain.
            Meskipun ketentuan hak kekebalan diplomatik telah terkodifikasi dalam Konvensi Wina 1961, namun dikarenakan hubungan diplomatik merupakan  hubungan dua negara yang memiliki kedaulatan yang sama, maka untuk dapat   penegakan secara sempurna atas ketentuan hak kekebalan diplomatik diperlukan rasa saling menghormati terhadap negara penerima dan negara pengirim sesuai Konvensi Wina 1961.
            Harus ditentukan bagaimana mekanisme penyelesaian terhadap pelanggaran-pelanggaran hubungan diplomatik yang terjadi antar negara-negara.    Sehingga ada sanksi tegas terhadap pihak-pihak yang melanggarnya.
            Kepada negara-negara penerima terhadap diplomat asing harus menghargai serta menghormatinya dan melindunginya dari segala gangguan dan    memberikan hak diplomatik yaitu kekebalan dan keistimewaan diplomatic. Dan  kepada para diplomat harus menghargai dan menghormati peraturan-peraturan   yang ada di negara penerima, selama peraturan tersebut tidak menghalanginya  dalam melakukan tugas-tugas dan misi diplomatnya.








DAFTAR PUSTAKA
Boer Mauna, 2011, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi Dalam era Dinamika Global, Alumni, Bandung.
Indictment U.S. District Court Southern District of New York, Form No. USA-33s-274 (Ed. 9-25-58) atau Surat Dakwaan terhadap Devyani Khobragade.
Vienna Convention on Diplomatic Relations and Optional Protocols 1961.
Vienna Convention on The Law of The Treaties 1969.
https://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/03/140313_indiadiplomat diakses pada tanggal 25 Maret 2019 pukul 20.00 WITA.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Kasus Trail Smelter

Analisis kasus Trail Smelter Trail Smelter Case 1941 ( Kasus Trail Smelter 1941 ), berawal dari permasalahan pencemaran udara yang diakibatkan oleh sebuah perusahaan pupuk milik warga negara Kanada yang dioperasikan di dalam wilayah Kanada, dekat sungai Columbia, lebih kurang 10 mil menjelang perbatasan Kanada-AS. Mulai tahun 1920 produksi emisi perusahaan tersebut terus meningkat. Emisi tersebut mengandung sulfur dioksida , menyebarkan bau logam dan seng yang sangat menyengat. Pada tahun 1930 jumlah emisi tersebut mencapai lebih dari 300 ton sulfur setiap hari. Emisi tersebut, karena terbawa angin, bergerak ke arah wilayah AS melalui lembah sungai Columbia dan menimbulkan berbagai akibat merugikan terhadap tanah, air, dan udara, kesehatan serta berbagai kepentingan penduduk Washington lainnya. Amerika Serikat kemudian melakukan klaim terhadap Kanada dan meminta Kanada bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita Amerika Serikat (AS). Setelah melakukan negosiasi, kedua negara...

Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Sui Generis

              Ilmu hukum adalah “SUI GENERIS” yang berarti ilmu hukum merupakan ilmu yang jenis sendiri. Ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas dan sistem ilmiah yang berbeda karena memiliki obyek kajian yang berbeda. Ciri ilmu hukum sebagai sui generis : karakter normatif i lmu hukum, Terminologi ilmu hukum, Jenis ilmu hukum, Lapisan ilmu hukum. Dari sudut kualitas sulit dikelompokkan dalam Ilmu Pengetahuan Alam atau dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.   Ilmu Hukum memiliki Tatanan/lapisan Ilmu sendiri, menurut T Gijssels, terdiri dari Filsafat Hukum, Teori Hukum dan Dogmatik Ilmu Hukum. Secara singkat perngertian ketiganya adalah dogmatik hukum Studi secara ilmiah tentang hukum pada tataran ilmu-ilmu positif. Teori hukum Studi yang obyek telaahnya adalah tatanan hukum sebagai suatu sistem. Dan, filsafat hukum Studi yang objek telaahnya adalah hukum sebagai demikian ( law as such ). (B. Arief Sidharta, Meuwisse...