Langsung ke konten utama

Remaja Menjadikan Sastra sebagai Gaya Hidup dan kebangaan



Remaja Menjadikan Sastra Sebagai Gaya Hidup Dan Kebangaan
            Sastra (sanskerta: shastra) merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta ‘sastra’, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar ‘Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran”dan ‘Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis dan sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Sastra dibagi menjadi dua yaitu prosa dan puisi, prosa adalah karya sastra yang tidak terikat sedangkan puisi adalah karya sastra yang terikat dengan kaidah dan aturan tertentu. Contoh karya sastra puisi yaitu pantun, puisi, dan syair sedangkan contoh karya sastra prosa yaitu novel, cerita/cerpen, dan drama.
            Sastra merupakan suatu karya yang menyampaikan suatu jenis pengetahuan yang tidak bisa disampaikan dengan cara yang lain, yaitu suatu cara memberikan kenikmatan yang unik dan pengetahuan yang memperkaya wawasan pembacanya ( Daiches Via Budianta, 2006 ). Dunia sastra menciptakan sesuatu bagi pembaca, yaitu menghadirkan dunia baru yang mungkin tidak dialami pembaca dalam kesehariannya. Melalui sastra, pembaca tentu akan membuka cakrawala imajinasinya bahwa cerita atau substansi dalam sastra tidak ada yang sembarang dibuat.                                     
Pembaca sastra khususnya remaja menyukai sastra populer. Dalam sejarahnya sastra populer sudah ada sejak angkatan balai pustaka. Sampai pada akhirnya ditahun 1980 sastra populer mulai berkembang dengan pesat. Cerpen dan Novel teenlit merupakan wujud sastra populer yang terdapat di Indonesia. Novel remaja teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan fiksi di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari maraknya penerbitan teenlit ini yang laris di pasaran mengalahkan buku-buku yang lain. Dalam perkembangannya sastra populer di Indonesia menunjukkan perkembangan dengan baik, diantaranya terdapat karya terjemahan. Teenlit ini memiliki kekhasan, yaitu mengangkat berbagai persoalan terutama percintaan dari dunia remaja perkotaan, terutama dunia remaja putri, bahasa yang digunakan dalam novel-novel jenis ini adalah bahasa gaul yang berkembang dalam dunia mereka.
            Secara umum, karya sastra dianggap sebagai karya yang memiliki unsur dan efek estetis. Baik berupa stile yang ada di dalamnya, maupun melalui pesan yang disampaikan. Kedua hal tersebut saling mempengaruhi dan berkesinambungan. Ratna (2007:289) mengatakan bahwa di antara karya seni yang lain, karya sastra dianggap sebagai menampilkan kualitas estetis yang paling beragam sekaligus paling tinggi. Oleh karena itu,dalam sastra dikenal istilah estetika resepsi. Yaitu, aspek-aspek keindahan yang timbul sebagai akibat pertemuan karya sastra dengan pembaca (Ratna, 2007:296).
            Kategori pembaca yang akan dibicarakan  di sini adalah pembaca remaja. Menurut Tjahyadi (2010) sastra dalam kaitannya dengan remaja, disinyalir turut berperan sebagai sarana atau wadah yang dapat dikatakan efektif untuk mencegah terjerumusnnya seorang remaja atau kaum remaja kita pada hal-hal yang negatif. Melalui sastra, hasrat ekspresi diri yang meluap-luap dari kaum remaja dapat disalurkan, diwadahi, atau bahkan dimanifestasikan dalam bentuknya yang paling baik dan positif. Oleh sebab itu, pengenalan sastra secara intensif dan efektif pada kaum remaja adalah yang penting dan sangat krusial. Karya sastra remaja di Indonesia didominasi oleh karya bergenre teenlit dan chicklit yang kisahnya adalah seputar dunia remaja. Itulah yang sebenarnya dapat dijadikan sebagai peluang untuk mengembangkan dunia sastra remaja kita. Meskipun banyak justifikasi mengenai karya sastra tersebut. Pertama, remaja merupakan individu yang potensial, tetapi tidak banyak diperhitungkan oleh berbagai pihak penerbitan. Penerbit cenderung terpaku pada penulis-penulis yang telah tersohor. Kedua, tema yang diangkat dalam chicklit merupakan tema sederhana yang pasti akan lebih unik dan original apabila penulisnya adalah dari kalangan remaja sendiri. Ketiga, penerbit merupakan tonggak dari popularitas karya sastra (Ralqis, 2009).
            Menurut Idawati (2010) remaja pecinta sastra adalah aset yang luar biasa bagi sastra Indonesia. Mereka tidak hanya menjadi market dan buku-buku sastra, tetapi juga akan memberikan kontribusi bagi perkembangan Sastra Indonesia ke depan. Mengingat pandangan orang tentang sastra dulu dan sastra sekarang sangat berbeda. Tetapi, karena efek globalisasi yang menimbulkan keterbukaan informasi menjadikan remaja sekarang sanggup menjadikan sastra seperti bagian dari gaya hidup dan kebangaan mereka.
            Perkembangan karakter remaja menyangkut pengaruh yang akan timbul setelah membaca karya sastra. Dalam arti semacam efek estetis yang muncul sebagai bentuk apresiasi remaja terhadap karya sastra. Remaja menurut Misriani (2006), dianggap sebagai anak-anak dalam fase mencari identitas. Pencarian identitas ini didukung oleh adanya keinginan yang kuat dalam rangka mencapai puncak eksistensinya. Oleh karena itu, mereka cenderung mencari perhatian untuk sebuah pengakuan bahkan mereka tidak akan segan untuk melakukan ekspresi secara besar-besaran. Perihal ini harus dapat dijadikan sebagai peluang yang strategis bagi pemanfaatan karya sastra secara efektif dan intensif. Apabila tidak demikian, sangat potensial menyebabkan terjerumusnya para remaja pada hal-hal negatif.
            Pemanfaatan secara intensif dan efektif ini diawali dari pengenalan karya sastra terhadap remaja yang tidak hanya dilakukan melalui lembaga formal, seperti lembaga pendidikan di sekolah, universitas, dan perguruan tinggi saja tetapi juga dibebankan pada lembaga pendidikan non formal, seperti komunitas-komunitas sastra ataupun sanggar-sanggar sastra. Maka dengan begitu, pengenalan karya sastra akan berjalan secara efisien tidak hanya efektif. Pengenalan terhadap karya sastra ini dapat dimulai dari teori sastra, meliputi pengenalan berbagai genre sastra, yaitu puisi, prosa, dan drama. Dari ketiga genre tersebut kemudian dikenali klasifikasi, unsur-unsur intrinsik dan karakteristiknya. Setelah dapat dipahami, dikenalkan juga dari segi sejarah sastra, yaitu tentang bagaimana perkembangan kesusastraan dalam negara kita.
            Sejauh ini pengenalan karya sastra remaja sudah mencapai taraf yang cukup. Meskipun ketertarikan mereka masih terbatas pada dua genre sastra, yaitu berupa karya teenlit dan chicklit. Setidaknya lebih baik, karena wawasan mereka tentu akan lebih berkembang tidak melulu fashion. Minat untuk membaca dan mengapresiasi ini sudah sewajarnya untuk dihargai sehingga diperlukan sebuah wadah bagi mereka untuk dapat mengembangkan ketertarikannya tersebut. Baik terbatas pada hal mengapresasi, atau bahkan hingga kemampuan menghasilkan karya sastra (menulis). Hal ini tentu tidak dapat berjalan secara instan karena dibutuhkan berbagai faktor dan langkah-langkah khusus. Dalam pengembangan ini, lembaga pendidikan formal dan non formal dapat bekerjasama untuk menyusun suatu program yang berfungsi menjembatani para remaja dalam meningkatkan kemampuan bersastranya. Hal yang sama juga dapat dilakukan oleh instansi penerbitan. Seperti, dengan penyelenggaraan perlombaan penulisan sinopsis suatu novel, penulisan cerpen, esai, dan semacamnya dengan kontribusi hadiah berupa buku-buku tentang sastra. Banyak inovasi yang dapat dilakukan untuk mengembangkannya. Selain lembaga formal yang dapat memasukkan pengetahuan sastra melalui kurikulum yang ada, lembaga non formal juga dapat berperan seperti dengan penyelenggaraan festival sastra di mana di dalamnya terdapat fasilitas bagi remaja untuk menuangkan potensinya melalui studi sastra.
            Dalam Wiyatmi (2006:78) dijelaskan bahwa terdapat beberapa pendekatan yang digunakan dalam mengkaji karya sastra. (1) Pendekatan mimetik, yaitu pendekatan yang mengkaji karya sastra berupaya memahami hubungan karya sastra dengan realitas atau kenyataan. (2) Pendekatan ekspresif, yaitu pendekatan yang dalam memandang dan mengkaji karya sastra memfokuskan perhatiannya pada sastrawan selaku pencipta karya sastra. (3) Pendekatan pragmatik, yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai saran untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca. (4) Pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang memfokuskan perhatian kepada karya sastra itu sendiri. (5) Pendekatan struktural, yaitu pendekatan yang memandang dan memahami karya sastra dari segi struktur karya itu sendiri. (6) Pendekatan semiotik, yaitu pendekatan yang memandang karya sastra sebagai suatu sistem tanda. (7) Pendekatan sosiologi sastra, yaitu pendekatan yang merupakan perkembangan dari perkembangan dari pendekatan mimetik. (8) Pendekatan resepsi sastra, yaitu pendekatan yang mencoba memahami dan menilai karya sastra berdasarkan tanggapan para pembaca. (9) Pendekatan psikologi sastra. (10) Pendekatan moral, yaitu pendekatan yang menilai karya sastra dari pesan moral. (11) Pendekatan feminis, yaitu pendekatan yang mendasarkan pandangan pada unsur keadilan untuk kaum perempuan.
            Remaja dalam menilai karya sastra dapat menggunakan salah satu pendekatan yang ada. Di mana dari pendekatan tersebut dapat dianalisis kembali, apakah karya itu mampu dikuatkan oleh jenis pendekatan yang menyertainya. Setelah mampu menilai dan menganalisis, diharapkan para remaja tersebut dapat membuat sebuah karya sastra. Agar remaja tersebut juga akan lebih berani mengungkapkan pemikiran-pemikirannya melalui karyanya sehingga akan menambah semarak dunia kesastraan dalam arti lebih beragam.
            Pada akhirnya, yang ingin dicapai dalam hubungannya dengan studi sastra ini adalah setidaknya para remaja memiliki pengetahuan mengenai sastra, memiliki minat untuk membaca, dan berkarya agar negara mempunyai insan-insan yang memiliki intelektual yang dapat turut diperhitungkan bagi perkembangan bangsa. Dengan demikian remaja akan memaknai sastra itu sendiri dan menjadikan sastra sebagai gaya hidup dan kebangaan.       



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Kasus Trail Smelter

Analisis kasus Trail Smelter Trail Smelter Case 1941 ( Kasus Trail Smelter 1941 ), berawal dari permasalahan pencemaran udara yang diakibatkan oleh sebuah perusahaan pupuk milik warga negara Kanada yang dioperasikan di dalam wilayah Kanada, dekat sungai Columbia, lebih kurang 10 mil menjelang perbatasan Kanada-AS. Mulai tahun 1920 produksi emisi perusahaan tersebut terus meningkat. Emisi tersebut mengandung sulfur dioksida , menyebarkan bau logam dan seng yang sangat menyengat. Pada tahun 1930 jumlah emisi tersebut mencapai lebih dari 300 ton sulfur setiap hari. Emisi tersebut, karena terbawa angin, bergerak ke arah wilayah AS melalui lembah sungai Columbia dan menimbulkan berbagai akibat merugikan terhadap tanah, air, dan udara, kesehatan serta berbagai kepentingan penduduk Washington lainnya. Amerika Serikat kemudian melakukan klaim terhadap Kanada dan meminta Kanada bertanggungjawab terhadap kerugian yang diderita Amerika Serikat (AS). Setelah melakukan negosiasi, kedua negara...

Ilmu Hukum Sebagai Ilmu Sui Generis

              Ilmu hukum adalah “SUI GENERIS” yang berarti ilmu hukum merupakan ilmu yang jenis sendiri. Ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas dan sistem ilmiah yang berbeda karena memiliki obyek kajian yang berbeda. Ciri ilmu hukum sebagai sui generis : karakter normatif i lmu hukum, Terminologi ilmu hukum, Jenis ilmu hukum, Lapisan ilmu hukum. Dari sudut kualitas sulit dikelompokkan dalam Ilmu Pengetahuan Alam atau dalam Ilmu Pengetahuan Sosial.   Ilmu Hukum memiliki Tatanan/lapisan Ilmu sendiri, menurut T Gijssels, terdiri dari Filsafat Hukum, Teori Hukum dan Dogmatik Ilmu Hukum. Secara singkat perngertian ketiganya adalah dogmatik hukum Studi secara ilmiah tentang hukum pada tataran ilmu-ilmu positif. Teori hukum Studi yang obyek telaahnya adalah tatanan hukum sebagai suatu sistem. Dan, filsafat hukum Studi yang objek telaahnya adalah hukum sebagai demikian ( law as such ). (B. Arief Sidharta, Meuwisse...

ANALISIS KASUS PENAHANAN PERWAKILAN DIPLOMATIK INDIA DI AMERIKA SERIKAT “DEVYANI KHOBRAGADE”

Gambaran Kasus Dr. Devyani Khobragade adalah perempuan kelahiran kota Tarapur wilayah bagian Maharashtra, berkebangsaan India. Khobragade masuk ke dinas Kementerian Luar Negeri India pada tahun 1999. Kemudian pada September 2012 dia menjabat sebagai Deputi Konsulat Jenderal India   di New York, Amerika Serikat. Saat dia menjabat di AS, dia mendapatkan perhatian dunia internasional karena kasus pemalsuan informasi pengajuan izin tinggal (visa) atau dikenal dengan visa fraud   di AS milik pembantunya yaitu Sangeeta Richard yang diajukan pada bulan November 2012. Karena itu pada tanggal 11 Desember 2013, Khobragade ditangkap dan diperiksa oleh otoritas keamanan AS atas laporan dari Sangeeta Richard melalui komunitas India di New York dengan tuduhan Khobragade mempekerjakan tenaga kerja (Sangeeta Richard) di bawah upah minimal yang ditetapkan hukum AS . Kasus ini berawal pada 15 Oktober 2012, Khobragade mengajukan aplikasi permohonan visa online ke website U.S. Department ...